HARI PERTAMA KERJA
Selamat pagi sayang…
Selamat
beraktifitas ya, jangn lupa sarapan sebelum berangkat ngajar
Semangat
cintaku…
Membuka mata dengan senyman
itulah yang selalu dilakukan Mentari, Dosen muda yang berparas manis ini. Pesan
itu dikirim oleh Angkasa laki-laki yang selalu memberikan keindahan untuk
setiap lembaran hari Mentari.
“Angkasa, thanks ya selalu buat
awal lembaran hari gue baik. Semoga selalu seperti ini.” Tersenyum bahagia
itulah yang selalu dilakukan Mentari mengawali paginya. Dan hal yang paling
membuat Angkasa sedikit kesal Mentari selalu lupa membalas pesan darinya.
Duduk kemudian merapikan tempat
tidur, lalu menuju toilet untuk mandi dan mengambil wudhu Mentari begitu
bersemangat. Angakasa selalu bisa memberikan hal terbaik untuk setiap harinya.
Selesainya sholat subuh Mentari mulai berdandan bersiap untuk memulai aktifitas
hari ini, Mentari terlihat begitu manis dan berwibawah jika sudah urusan
mengajar. Pakaian yang digunakan sederhana namun sangat mewakili karakternya
sebagai seorang Dosen yang terlibat dalam Pendidikan.
“Tari, Ayah sudah menunggu untuk
sarapan Bersama nak.” Suara lembut yang selalu menjadi penenang jika Mentari
sedang gunda terdengar begitu sejuk dibalik pintu kamar Mentari.
“iya Bunda, ini udah siap
sebentar lagi Tari nyusul ya Bun.” Bunda pun berbalik meninggalkan kamar
Mentari. Dan di susul Mentari yang keluar kamar menuju meja makan yang sedari
tadi sudah duduk sosok pria yang terlihat tegas dengan kumis tebalnya, dia
adalah Tuan Fahri.
“Selamat pagi ibu Dosen.” Sapa Tuan Fahri pada anak gadis nya.
“Selamat Pagi Ayah.” Disambut jawaban Mentari sambil mengecup pipi Tuan
Fahri.
“Duduk nak, sarapan dulu sebelum berangkat mengajar biar semangat terus
ya nak.” Tuan Fahri pun memberikan senyuman yang hangat untuk putrinya.
“Terimakasih ya Ayah, ayah selalu mensupport Tari. Doain Tari ya Yah,
semoga Tari bisa menjadi Dosen yang bermanfaat untuk mahasiswanya.” Senyuman
Mentari membuat Tuan Fahri yakin bahwa putrinya pasti bisa menjadi orng yang
bermanfaat untuk banyak orang.
Tuan Fahri adalah laki-laki
terbaik dan satu-satunya laki-laki yang selalu khawatir untuk setiap pilihan
putrinya. Namun, Tuan Fahri juga tidak bisa untuk membatasi pilihan putrinya.
Karena terbaik untuk Tuan Fahri belum tentu terbaik untuk putrinya. Seperti
halnya pilihan Mentari untuk urusan yang mendampingi hidupnya sekarang yaitu
Angkasa. Tuan Fahri tidak pernah menyukai Angkasa karena satu hal yang masih
menjadi pertanyaan Mentari hingga detik ini.
“Nak, ini Bunda sudah siapkan
bekal. Nanti siang kamu makan ya sayang, jangan telat makan siang kamu.”
Diletakkannya tas bekal di samping piring Mentari agar tidak tertinggal, Ibu
Farida kemudian mengambil posisi duduk disamping Tuan Fahri tepat berhadapan
dengan Mentari.
“Terimaksih ya Bunda. Pasti Bunda
pulang tinggal box aja ini.” Tuan Fahri pun tersenyum memandang wajah putrinya.
“Ayah, Bunda Tari berngkat ya
takut terlambat. Ini kan hari pertama Tari masuk ngajar Assalammu’alaikum.”
Setelah menyalam tangan Tuan Fahri dan Ibu Farida Mentari bergegas melangkah
menuju pintu utama rumah, memasukkan bekal kedalam box motor, dan perlahan
menjalankan motor scoppy putihnya menuju Kampus tempat Mentari mengajar.
Mentari adalah wanita yang
mandiri, dia tidak suka mendapatkan fasilitas dari Tuan Fahri meskipun dalam
hukum agama Mentari masih menjadi tanggung jawab Tuan Fahri. Motor scoppy putih
yang menjadi kendaraannya kemana mana saja dia beli dari hasil kerja kerasnya
menjadi Guru Honorer di salah satu sekolah negeri di kota Jakarta. Dia selalu
berusaha tidak menjadi beban untuk Tuan Fari dan Ibu Farida.
Bismillah
semoga hari pertama ini akan membawa perubahan yang indah untuk kedepannya
Setibanya Mentari di depan
gerbang Kampus, dia menghirup udara dan berkata didalam hati. Perlahan Mentari
melangkahkan kaki nya berjalan dengan berwibawah melewati lapangan kampus yang
berlalu Lalang beberapa mahasiswa/mahasiswi yang telah tiba pagi itu. Mentari
berjalan dengan memandang sekitarnya. Disini
akan aku mulai pengabdianku sebagai seorang pendidik.
“Selamat pagi ibu !”
Mentari tersenyum
menyambut mahasiswi cantik yang pertama kali menyapa Mentari pagi itu. Semoga kampus ini memberikan warna untuk
hariyang ku lewati.
Mentari telah berada
di lorong gedung kampus yang mana bangunannya begitu indah dengan arsitektur
yang menyerupai bangunan belanda ini. Langkahku terhenti di depan ruangan yang
saat itu adalah tujuan Mentari. “RUANG KETUA JURUSAN” yaa Mentari harus menemui ketua
jurusan terlebih dahulu sebelum Mentari menjalankan tugasnya untuk mengajar dikelas.
“Selamat pagi Pak !”
“Selamat bagi Bu Tari, silakan
duduk !”
“Terimakasih Pak.”
“Baik Bu Tari, saya ucapkan
selamat bergabung menjadi pengajar dikampus ini. Saya sudah memberikan jadwal
mengajar ibu. Dan untuk 3 bulan kedepan ibu masih dalam tahap training atau
bisa dibilang masih dalam tahap pantauan untuk menjadi Dosen Junior di kampus
ini. Jika kinerja ibu bagus maka akan kami berikan peluang kepada ibu untuk
menjadi Dosen tetap di kampus ini.”
“Iya Pak, sebelumnya saya
ucapkan terimakasih sudah memberikan saya kesempatan untuk menjadi bagian dari
pengajar di kampus ini. Saya juga sudah membaca kontrak kerjanya. Dan semoga
saya bisa bekerja dengan baik dan tidak mengecewakan kampus.”
“Baik, jam 09.15 wib adalah jadwal pertama bu Tari mengajar, saya
ucapkan selamat mengajar dan ibu bisa langsung kekelas.”
Percakapan dengan ketua jurusan
pagi itu membuat Mentari bersemangat untuk masuk ke kelas. 3 bulan kedepan Mentari harus menjaga semangat nya dan profesional menjalankan tugasnya agar Mentari bisa mendapat
kesempatan untuk mengikuti seleksi dosen tetap. Yaaa mimpi Mentari adalah menjadi
seorang Dosen.
Mentari sudah
berada didepan ruang kelas pertama yang akan menjadi bagian dari cerita pertama Mentari menjalankan tugas menjadi seorang dosen. Bismillah…
”Selamat Pagi !”
“Selamat Pagi bu !”
Serentak dan
kompak mahasiswa/mahasiswi ini menjawab salam Mentari.
“Sebelumnya perkenalkan nama
saya Mentari Regina Budiyanto. Kalian bisa panggil saya Ibu Tari.”
Mentari lemparkan
senyuman nya kepada semua mahasiswa/mahasiswi yang ada di dalm ruang kelas
pagi itu.
“ibu Tari ? saya berasa kek
manggil oma saya bu. Hahaa”
Semua
mahasiswa/mahasiswi tertawa mendengar celoteh salah satu mahasiswa itu. Tapi Mentari hanya bisa membalas senyuman kepada celotehnya. Karena Menatri belum memahami
karakter mahasiswa nya. Cara mendidik siswa dan mahasiswa sangatlah berbeda,
kita harus memiliki strategi yang berbeda dalam memberikan Pendidikan antara
siswa dan mahasiswa.
“Ndak apa-apa jika dengan
memanggil nama ibu bisa mengingatkan kamu sama oma kamu berarti ibu menjadi
salah satu orang terpenting untuk kamu ya?”
Semua
mahasiswa/mahasiswi dikelas itu pun kembali tertawa, dan Mentari memberika
senyuman nya untuk mahasiswa yang memberikan celotehnya.
Jam mengajar pun sudah berakhir,
jam sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB waktunya Mentari kembali ke rumah. Hari ini
cukup melelahkan tapi alhamdulillah mengajar hari ini membuat nya mengukir
cerita baru.
***
Angkasa Sayang
Panggilan Angkasa membuat
langkah ku terhenti sejenak, aku menepi pada bibir jalan mengangkat telpon
Angkasa.
“Hai sayang…”
“hello babe, gimana kerja
perdana nya asik gak nih? Kok gak kasih kabar sih sayang.”
“maaf sayang, aku baru habis kelas ini.sekarang udah di parkiran sih mau pulang.”
“Tunggu disana ya aku jembut.
Ini kebetulan lg diluar, jangan naik taxi gak suka aku kamu naik taxi.”
Angkasa pun mematikan panggilan telponnya tanpa memberikan kesempatan kepda Mentari untuk menjawab terlebih dahulu. Tidak sampai satu jam menunggu mobil Angkasa sudah berada tepat didepan Mentari berdiri. Angkasa keluar dan membukakan pintu mobil untuk Mentari.
“Gimana gimana, cerita donk hari pertama mengajar ! ada yang godain kamu gak mahasiswanya, nanti biar aku samperin dan bilang kemereka jangan ganggu calon istriku.”
“Apaan sih kamu !”
Angkasa tertawa
mendengar jawaban kesal ku.
“Hari pertama ini alhamdulllah
semua lancer, walaupun di kelas pertama tadi ada salah satu mahasiswa yang
ngeledek tapi saku bisa atasi.”
“Ngeledekin gimana, gak nembak
kamu kan dia?”
“Ihh Angkasa ! Apaan sih, mereka
anak didik ku.”
“Yaa kan tapi mereka sudah
dibilang usia matang untuk suka sama perempuan, apalagi perempuan secantik
kamu. Iya kan?”
“udah ahh, aku laper makan yukk.
Tapi kamu yang traktir ya aku kan belum gajian.”
Tanpa jawaban, dan tanpa basa
basi Angkasa pun membawa ku ke kafe langganan kami. Tempat nya enak dan nyaman
sekali untuk melepaskan Lelah setelah seharian melakukan aktifitas. Dan tempat
ini juga tempat pertama Mentari dan Angkasa bertemu. Angkasa adalah laki-laki
pecicilan yang membuat Mentari selalu merasa nyaman dan lupa ketika ada masalah
yang melelahkan hati. Angkasa juga alasan Mentari untuk selalu ketawa. Laki-laki
terbaik setelah Ayah.
Mobil Angkasa berhenti tepat
didepan pagar Mentari. Seketika Mentari melemparkan pandangan tajam kepada Angkasa,
kecemasan dan kekhawatiran Mentari merasuk di dalam dada. Kesal dan bahagia
bertarung didalam pikiran saat ini.
“Angkasa !” teriakan ku membuat
Angkasa kaget dan bingung
“Sayang, aku di samping kamu loh
gak musti teriak gitu manggilnya.”
“Motor aku ! tadi aku berangkat
bawa motor dan motornya sekarang bisa bisa nya aku tinggal di kampus.” Raut
wajah Mentari terlihat sangat kesal sekali hari itu.
Kejadian yang bodoh dan sangat
drama hari tu membuat pecicilan Angkasa bangkit, dia begitu puas menertawawakan
minimnya ingatan Mentari. Namun kejadian bodoh itu pula mengharuskan Angkasa
kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan klien penting yang harus ditunda
minggu depan untuk mengantarkan pacar kesayangannya itu kembali ke kampus untuk
mengambil motor di parkiran kampus. Tidak ada penyesalan di raut wajah Angkasa
meski harus kehilangan kesempatan untuk bertemu klien pentingnya. Karena
untuknya Mentari lebih penting dari semuanya.
“Kamu langsung balik aja ke
kantor ya, gak perlu ngikutin aku sampe rumah aku bisa jaga diri aku kamu gak
perlu khawatir sama aku. Kamu kenal aku kan ?”
“Yakin gak mau di ikutin sampe
rumah ?”
“Iya gak usah, kamu kan musti
lanjut kerja. Aku bisa pulang sendiri lagian juga akau kan bawa motor sayang.”
“Yaudah hati-hati bawa
kendaraannya. Jangan ngebut-ngebut, pokoknya kalua ada apa-apa kamu telpon aku
terlebih dahulu ya sayang.” Angkasa mengecup keningku dan aku pun membuka pintu
mobil lalu pergi meninggalkan Angkasa dan mobilnya yang ada di lapangan parker
kampus.
Dari lubuk hati
Angkasa yang paling dalam Angkasa sangat khawatir dan cemas melepaskan Mentari
untuk pulang dengan membawa motor sendirian, mana lagi jarak dari kampus ke
rumah begitu jauh dan memakan waktu yng cukup Panjang. Tetapi Mentari bukan lah
perempuan yang lemah, Mentari adalah perempuan yang mandiri dan sebisa mungkin
dia tidak melibatkan siapapun dalam masalah nya sesulit apa pun masalah itu.
Langit sudah sangat gelap, jalan
pun sudah mulai tidak Nampak mata Mentari yang berkurang penglihatan ketika
gelap membuat Mentari sedkiti mengalami kesulitan mengendarai sepeda motornya.
Mentari berhenti di tepi jalan membuka tasnya dan mengambil kotak kaca mata
kemudian dia memakai kaca mata itu berharap dapat sedikit membantu penglihatan
Mentari yang sudah mulai berkurang, lalu kembali ia melajukan motornya melewati
jalanan yang selalu dia lewati setiap harinya.
Sebentar lagi sampai rumah, Ayah
pasti sudah cemas aku pulang semalam ini.
Sementara dirumah, Tuan Fahri
begitu cemas ketika mengetahui putrinya belum juga pulang sampai semalam ini.
Ibu Farida juga berkali-kali membuka gorden rumah melihat kearah pagar rumah
namun motor Mentari belum juga terdengar.
“Kemana Tari Yah? Kenapa sudah
semalam ini dia juga belum pulang? Bunda takut Yah.”
“Bunda, jangan ngomong seperti
itu. Lebih baik kita berdoa semoga Tari baik-baik saja. Perkataan itu terkadang
bisa menjadi doa, sebaiknya kita berkata yang bail-baik.” Kata-kata Ayah
membuat hati Ibu Farida sedikit tenang. Meskipun kekhawatiran Ibu Farida masih
menyelimuti hatinya.
Hampir dua jam
Tuan Fahri dan Ibu Farida menunggu Mentari di ruang tamu, akhirnya terdengar
suara motor yang masuk ke halaman rumah. Suara motor yang sudah sangat dikenal
oleh Tuan Fahri dan Ibu Farida.
“Nah Bun, itu suara motornya
Tari. Alhamdulillah Tari pulang.”
“Iya Yah, Alhamdulillah Bunda
buka pintu dula ya Yah !” Ibu farida pun bergegas membuka pintu uatama
rumahnya.
“Assalammu’alaikum Bunda.”
“Tari ! ya allah nak, kamu dari
mana aja kenapa jam segini baru pulang nak ? kamu gak kenapa napa kan sayang?”
Ibu farida berusaha memeriksa tubuh Mentari, memutar mutar tubuh Mentari namun
tidak menemukan luka atau tanda yang mengarah pada peristiwa apa pun pada
Mentari.
“Bunda, Bunda, Tari gak apa-apa
Bun. Tari tadi telat pulang karena Tari lupa kalau Tari bawa motor. Tari tadi
keluar kampus jam 3 sore. Terus tari langsung cari makan karena perut Tari
berasa laper . Eh Tari pulang pesan taxi. Pas udah sampe depan gerbang rumah
baru ingat kalua motor Tari tinggal dikampus. Jadi Tari balik lagi ke kempus
ambil motor.” Penjelasan Mentari membuat Ibu Farida legah. Mentari pun diminta
untuk masuk dan bersih-bersih.
Mentari
tersenyum dan masuk kerumah, di ruang keluarga dia berjumpa dengan Tuan Fahri
yang sedang menyaksikan siaran televisi. Tuan Fahri pun tersenyum legah melihat
putrinya sudah sampai dirumah dengan selamat. Dibelakang Mentari menyusul Ibu
Farida yang kemudian duduk disamping Tuan Fahri. Keluarga Tuan Fahri adalah
keluarga yang penuh dengan cinta, keluarga yang saling perduli dan selalu
menjaga komunikasi dengan baik hingga ketika salah satu diantara mereka tanpa
ada kabar maka aka nada kecemasan dan kekhawatiran yang luar biasa dari mereka.
***
KAMU ALASANKU MENANGIS
Mentari sudah berusaha membuat
Tuan Fahri menyukai Angkasa, namun setiap kali Mentari berusaha mempertemukan
Angkasa dan Tuan Fahri selalu saja Tuan fahri tidak bisa mengontrol emosinya.
Entah alasan apa yang membuat Tuan Fahri begitu membenci Angkasa, penampilan
Angkasa tidak begitu buruk, dia terlihat rapi dan sopan. Setiap kali dia
mengatar Mentari pulang dia tidak pernah lupa mencium tangan Tuan Fahri dan Ibu
Farida, tetapi Tuan Fahri selalu menolak tangannya di sentuh oleh Angkasa.
Angkasa tidak pernah tersinggung atas perlakuan Tuan FAhri kepada dia karena
dia sangat mencintai Mentari, dan Tuan Fahri adalah cinta pertama Mentari
alasan itu yang membuat Angkasa tidak memiliki kuasa untuk membenci dan marah
pada apa yang telah dilakukan tuan Fahri
kepada Angkasa.
Pagi itu Angkasa sengaja
meluangkan waktu untuk mengatarkan Mentari ke kampus, sudah berkabar dari malam
dan berjanji untuk menjemput Mentari dipagi hari. Mentari juga sudah siap
dengan laptop dan buku-buku mengajarnya yang dia bawa menuju meja makan, dimeja
makan tampak senyuman Tuan Fahri dan Ibu Farida yang menyambut pagi Mentari.
“Pagi ayah, pagi Bunda.”
“Pagi Sayang, duduk nak kita
sarapan dulu.” Ibu Farida menaruhkan piring didepan mentari yang telah duduk di
meja makan.
“Terimakasih Bunda.”
“Makan yang banyak Nak, biar
semangat kerjanya.” Ayah tersenyum menatap putrinya yang tengah makan dengan
lahapnya. Dan Mentari hanya membalas senyuman yang dilemparnya kembali kepada
Tuan Fahri.
“Sayang ! kamu gak usah bawa
kendaraan ya, Ayah saja yang mengantarmu Ayah boleh tahu kan tempat kerja kamu
yang baru Nak?.” Spontan Mentari batuk mendengar kata-kata Tuan Fahri.
Bagaimana bisa Mentari menolak Tuan Fahri untuk mengantarnya, sedangkan Mentari
tidak pernah bisa menolak permintaan Tuan Fahri.
“Iya Ayah ! terimakasih ya Yah
?”
“Ayah tunggu di depan ya Nak !”
Tuan Fahri pun meninggalkan meja makan dan Mentari yang masih menyantap sarapan
nya yang tinggal sedikit.
Mentari mengirim
pesan kepada Angkasa, memberikan kabar bahwa sebaiknya Angkasa mengurungkan
niatnya untuk mengantar Mentari ke kampus. Pesan sudah diterima dan dibalas
oleh Angkasa, Angkasa menyetujui dan meminta Mentari untuk mau dijemput olehnya
setelah selesai jadwal perkuliahan hari ini. Sedikit legah dengan balasan pesan
yang dikirim oleh Angkasa, Angkasa memang laki-laki yang selalu sabar dalam
menerima alasan Mentari yang setiap kali batal ketemu dikarenakan Tuan Fahri. Bagi Angkasa hal itu bukan hal yang baru, sudah berkali
kali bahkan hampir setiap kali mau bertemu Mentari yang menjadi kendala bukan
lah waktu, uang, atau pun jarak melainkan Ayah dari sosok perempuan yang dia
kasihi dengan tulus. Meskipun Angkasa bisa saja memaksa Mentari untuk meilih
dirinya, tetapi hal itu tidak dilakukan Angkasa karena caranya mencintai Mentari
adalah dengan cara menghargai dan menghormati Tuan Fahri, laki-laki yang begitu
berharga untuk Mentari.
Kelas sudah
berakhir, 14.35 WIB waktu yang membuat Mentari selalu merasa legah dan bisa
beristirahat dari dunia perkuliahan. Waktunya Mentari untuk menepat janjinya
pada Angkasa yaitu bertemu.
Dret dret dret
Mentari
mengambil handphone nya yang ada di dalam tas. Ini pasti Angkasa piker Mentari, dan betul saja tampil nama Angkasa
dilayar handphone Mentari tanda bahwa Angkasa menelpon Mentari.
“Hallo sayang…”
“Sayang, aku udah diparkiran ya
! kamu udah selesai jam ngajar kan ?”
“iya sayang udah ini udah mau ke
bawah, tunggu sebentar ya 10 menit sampe parkiran.” Mentari mengakhiri
telponnya dan bergegas menuju parkiran kampus.
“hallo ibu Dosen kesayangan
aku.”
“Gombal !”
“Kok Gombal, kan aku emang
sayang banget sama kamu sayang.”Angkasa meraih dagu lancipnya Mentari, namun
spontan Mentari menepis tangan Angkasa. Angkasa membalas perlakuan Menntari
dengan senyuman tanpa rasa kesal sedikitpun pada Mentari.
“Udah ahh Jalan, udah laper ini
!” Mentari memasangkan sabuk pengamannya dan dilanjutkan dengan Angkasa yang
melajukan mobilnya meninggalkan kampus.
“Mau makan dimana sayang ?”
“Dimana aja yang penting
tempatnya bersih dan nyaman.” Senyuman manis yang selalu membuat Angkasa tidak
pernah ragu memilih tempat makan, karena Mentari selalu percaya tempat pilihan
Angkasa selalu terbaik untuk mereka.
Langit sudah mulai malu untuk menampakkan cerahnya, mentari perlahan
mulai bersembunyi dibalik awan. Cahaya orange pun perlahan mulai muncul dan
tersenyum pada bumi. Sudah tidak ada lagi alasan untuk Mentari dan Angkasa
tetap Bersama diluar, karena jika terlalu lama diluar dan belum kembali sebelum
gelap Tuan Fahri akan memberikan wajah terburuknya pada Angkasa dan Angkasa
sudah paham dengan hal itu. Angkasa pun meminta Mentari utnuk diantarkan
kembali kerumah sebelum gelap, bukan karena tidak mau terlalu lama Bersama
Mentari melainkan hanya ingin membuktikan pada Tuan Fahri bahwa dia tulus ingin
mencintai Mentari tanpa ada apa-apanya. Dan Mentari pun mengerti dengan apa
yang dilakukan oleh Angkasa karena Angkasa selalu ingin memberikan yang terbaik
untuk Mentari dan Tuan Fahri, meskipun terkadang usaha yang dilakukan Angkasa
dipandang sebelah mata oleh Tuan Fahri.
Singkat tetapi selalu saja
menjadi cerita baru yang berwarna jika satu hari dilewati Bersama Angkasa.
Angkasa selalu punya cara terbaik untuk memberikan kenyamanan kepada Mentari.
Angkasa <3 :
selamat malam sayang, selamat istirahat ya
cinta ku muach
Mentari :
Selamat
malam juga saya, selamat istirahat juga ya !
Angkasa
<3:
Yaudah udah
malam, kamu bobo ya?
Aku pamit mau
nyelesaikan laporan dulu
G’nite sayang
ku mmuuuaaacchhh
Mentari :
Iya
sayang, kamu juga kalua sudah selesai kerjanya tidur ya, jangan malam-malam
tidurnya…
Jaga
kesehatan ya sayang…
Mentari pun
mematikan handphone nya dan meletakkan handphonenya pada meja kecil yang
terletak dipinggin ranjangnya.
Terimakasih Angkasa untuk waktu singkatnya,
ketemu sama kamu aja aku udah senang sekali, terimakasih selalu memberikan
kedamaian untuk hati aku. Aku mencintai kamu Angkasa ku.
Mengingat perlakuan Ayahnya kepada Angkasa, Mentari sedih dan tidak bisa
berfikir logis ada apa ? dan Mengapa Tuan Fahri sebegitu bencinya kepada Tuan Fahri.
Tetapi Mentari tidak bisa apa-apa Tuan Fahri adalah laki-laki terbaik yang ada
di dalam hidupnya, tidak ada yang bisa menggantikan Tuan Fahri sekali pun itu
adalah Angkasa. Tetapi Mentari juga tidak memiliki kuasa kepada siapa cinta dia
letakkan karena rasa cinta tidak bisa ditebak untuk siapa dan kepada siapa dia
berlabu. Terkadang muncul keraguan didalam hati Mentari bisakan dia dan Angkasa
bersatu dengan restu Tuan Fahri atau hubungan nya dengan Angkasa harus berakhir
karena terhalang restu dari laki-laki yang dia citai yaitu Tuan Fahri.
***
Seminggu
belakangan Mentari disibukkan dengan acara kampus dan prepare launching novel keduanya. Ya ! selain berkerja sebagai
Dosen Junior Mentari juga merupakan penulis Novel pemula. Satu Novel sudah
pernah terbit dan sangat laku terjual dipasaran, dan Novel keduanya pun akan
segera launching. Sudah Sepekan juga
dia tidak berkabar dengan Angkasa, tidak ada kekhawatiran sedikitpun tetang
minimnya komunikasi Bersama Angkasa, karena memang Angkasa tidak pernah mendustai
kepercayaan Mentari dan begitu juga sebaliknya.
Kangen
sama Angkasa, sudah sepekan Angkasa tidak ada kabar sesibuk itukah dia bekerja
sehingga untuk mengirimkan pesan saja
tidak ada waktu. Angkasa kebiasaan deh !
Entah mengapa hari ini perasaan
Mentari tidak seperti biasanya, dia gelisah setiap kali terpikir Angkasa.
Mentari memutuskan untuk mencari Angkasa kerumah nya, karena Mentari takut
terjadi apa-apa kepada Angkasa yang menyebabkan Angkasa tidak bisa untuk
sekedar mengirim pesan kepada Mentari. Motor Scoopy putih yang dikendarai oleh
Mentari sudah masuk digerbang rumah Angkasa. Mentari pun melangkah menuju pintu
utama rumah Angkasa dan mengetuk pintu rumah Angkasa.
“Assalammu’alaikum !
Assalammu’alaikum ! Assalammu’alaikum !” sudah tiga kali mengucapkan salam
namun tidak ada jawaban dari dalam.
Apaka tidak ada orang di dalam ya !
Dua jam Mentari menunggu di
depan rumah Angkasa, tak ada yang membukakan pintu atau pun datang kerumah itu.
Mentari juga sudah berusaha menelpon dan mengirimkan pesan kepada Angkasa namun
tidak ada jawaban apa pun dari Angkasa. Kemana Angkasa ? Dimana Angkasa
sekarang ? semakin tidak karuan perasaan Mentari, apa yang terjadi dengan
Angkasa.

Komentar
Posting Komentar